Sports

.

Jumat, 29 Agustus 2025

Kuota Haji Dijadikan Komoditas: Dugaan Korupsi Pecah di Kemenag, Nama Gus Yaqut Terseret

 

Video Dokumen Kompas

AK News - Jakarta — Tambahan kuota haji sebesar 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2023 seharusnya menjadi berkah bagi jutaan warga Indonesia yang telah mengantre bertahun-tahun. Namun, kuota itu justru berubah menjadi ladang bisnis yang kini diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Sesuai Pasal 64 ayat 2 UU No. 8 Tahun 2019, pembagian kuota haji sudah diatur:  

- 92% untuk jemaah reguler  

- 8% untuk haji khusus


Artinya, dari tambahan 20.000 kuota, seharusnya 18.400 kursi diberikan kepada jemaah reguler, dan hanya 1.600 kursi untuk haji khusus. Namun, Gus Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama saat itu, justru menetapkan skema baru: 50% untuk reguler, 50% untuk khusus.

Akibatnya, sebanyak 8.400 kursi reguler dialihkan ke biro travel haji khusus, lalu dijual dengan tarif Rp42 juta hingga Rp113 juta per kursi. Kuota yang seharusnya menjadi hak rakyat berubah menjadi komoditas eksklusif bagi mereka yang memiliki koneksi dan dana besar.


Yang menarik, Gus Yaqut dikenal sebagai salah satu menteri paling loyal kepada Presiden Joko Widodo. Ia kerap tampil membela kebijakan pemerintah, bahkan dalam isu-isu sensitif. Namun dalam kasus ini, loyalitas itu justru dipertanyakan:  

Apakah kebijakan pembagian kuota yang melanggar aturan dilakukan demi kepentingan rakyat, atau demi melayani kepentingan jaringan bisnis dan politik di sekelilingnya?


KPK telah mencegah Gus Yaqut bepergian ke luar negeri, serta menggeledah rumah dan kantor sejumlah pihak terkait, termasuk Staf Khusus Menteri dan pemilik biro haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur.  

Kerugian negara ditaksir mencapai lebih dari Rp1 triliun, belum termasuk dampak sosial terhadap jutaan jemaah yang kembali harus menunggu giliran.


Yang lebih menyakitkan, Gus Yaqut bukan tokoh biasa. Ia adalah adik kandung Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU.  

Simbol keagamaan yang seharusnya menjaga moral publik, justru terlibat dalam skema yang merusak kepercayaan umat.


Sementara itu, sejumlah tokoh dan kelompok yang selama ini mengklaim sebagai pembela umat justru diam seribu bahasa, atau bahkan ikut menikmati jatah kursi haji khusus.  

Aroma busuk di balik topeng ulama dalam Kementerian Agama mulai tercium.


Publik kini menuntut transparansi penuh dan penegakan hukum yang tegas.  

Karena jika kuota haji pun bisa dijual seenaknya, maka yang rusak bukan hanya sistem, tapi nurani pelayanan ibadah. (AAH)









Tidak ada komentar:
Write Comments